THANK YOU FOR YOUR VISIT TO MY BLOG

Selasa, 18 Februari 2014

MISTERI MANUSIA KERDIL ( Hobbit) DARI FLORES MANGGARAI

Temuan Homo floresiensis di Liang Bua menunjukkan peradaban Pulau Flores sudah sangat tua. Fosil itu diperkirakan setara dengan Pithecanthropus erectus yang ditemukan di Bengawan Solo.
Kedua fosil termasuk manusia purba yang memiliki ciri-ciri berbeda dengan manusia modern (Homo sapiens). Fosil Homo floresiensis yang dijuluki hobbit (manusia kerdil) telah mengguncang dunia arkeologi dan menjadi perdebatan sampai kini.
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) meneliti sejak tahun 1970-an. Sempat terhenti karena kesulitan dana, penelitian dimulai lagi tahun 2001 bekerja sama dengan peneliti dari Australia. Tahun 2003, mereka menemukan kerangka manusia kerdil yang menghebohkan itu, yaitu kerangka perempuan setinggi 100 sentimeter (cm) yang diperkirakan terpendam lebih dari 10.000 tahun lalu. Hingga kini tim masih menggali Liang Bua. Lubang menganga dengan mudah ditemui di lantai gua.
Hujan mengguyur deras ketika Tim Ekspedisi Jejak Peradaban NTT tiba di Liang Bua pada pertengahan Oktober lalu. Liang Bua (gua dingin) menjadi hunian ideal untuk berteduh dari derasnya hujan maupun teriknya matahari. Penjaga Liang Bua, Cornelis, menghampiri kami dan menawarkan jasa bertemu manusia kerdil dari Dusun Rampasasa, Kelurahan Waemulu, Kecamatan Waeriri.
Kehadiran lelaki kerdil Victor Dau (80) di Liang Bua menghidupkan gambaran tentang manusia kerdil Homo floresiensis. Dengan tinggi 135 cm, Victor yang tidak bisa berbahasa Indonesia ini mengaku sebagai keturunan dari manusia kerdil yang fosilnya ditemukan terkubur di Liang Bua.
Keberadaan manusia kerdil berukuran kurang dari 150 cm di Dusun Rampasasa memperuncing perdebatan di kalangan ilmuwan. Peneliti Puslit Arkenas meyakini Homo floresiensis adalah spesies purba yang telah punah dan tidak memiliki kaitan dengan manusia kerdil dari dusun itu.

Rabu, 12 Februari 2014

IN MEMORIAM "SANG MUSAFIR CINTA" PATER PETRUS WANI SVD

.... Bagi Pater Piet Wani  hidup adalah musik dan musik adalah hidup itu sendiri…


P. Petrus Wani, SVD dilahirkan di Ende, 4 Januari 1953 dari pasangan Bapak Martinus Soo dan Mama Maria Soo yang berasal dari Maunori. Pendidikan dasar diselesaikan di Tariako, tahun 1965. Usai tamat pendidikan dasar, ia masuk SMP Kotagoa Boawae. Setahun kemudian ia masuk Seminari Menegah St. Yohanes Berchmans Mataloko dari tahun 1966-1973. Selepas seminari menengah, ia melamar masuk SVD, dan kemudian menjalani masa novisiat di Ledalero dari 1974-1975. Pada tahun 1976, ia memulai studi filsafat dan teologi di Ledalero. Tahun 1978-1979, ia menjalani masa praktek pastoral di Paroki Katedral Atambua. Ia ditahbiskan menjadi diakon pada tahun 1982. Pada tanggal 18 Juli 1983 ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Hubert Ernst dari Breda, Belanda.
Selama masa pendidikannya sebagai calon imam, ia sudah menunjukkan bakat musiknya secara sangat menonjol di kalangan para frater di Ledalero. Beberapa lagu misa digubahnya dan ia juga pernah memimpin sebuah orkestra para frater dalam sebuah tour musik di beberapa kota keliling NTT, atas prakarsa dari Gubernur Ben Boi.
Karena musiknya ini, maka langsung sesudah tahbisannya, ia mendapat penugasan dari pimpinan tarekat untuk belajar musik di Roma. Tahun 1984-1989, ia harus belajar pada SMK Jurusan Musik “San Tomasso da Vittoria”. Baru setelah itu, tahun 1989, ia diterima masuk Universitas “Pontificio della Musica Sacra” di Roma. Sesudah menyelesaikan tingkat Bacheloriato dalam dua tahun, ia melanjutkan studinya ke program magister, yang diselesaikannya dengan sangat gemilang pada tahun 1991, dengan gelar Maestro della Musica Sacra, satu-satunya dari Indonesia, dan satu-satunya dalam SVD sejagad.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...